BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akhir abad ke 19 merupakan momentum bagi
kebangkitan dunia Islam. Kesadaran ini muncul setelah dunia Islam melihat
perputaran roda sejarah berbalik: dunia Barat maju dan dunia Islam terpuruk,
bahkan Islam menjadi bulan-bulanan dunia Barat yang Kristen itu. Dari
realitas sejarah ini kemudian muncul gerakan yang mencoba untuk melakukan
otokritik secara kritis dengan cara melakukan evaluasi sebab-sebab
terjadinya perputaran roda sejarah yang berbalik itu.
Gerakan ini lebih mengemuka di hampir dunia
Islam pada abad ke 20 dengan nama gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Tema sentral
ide pembaharuan pemikiran dalam Islam di atas terletak pada kata kunci I’adatu
al-Islam[1], yakni
keinginan masyarakat Islam untuk mengembalikan peran dunia Islam dalam
percaturan global peradaban dunia, yang dulu pernah dilakukan Islam. Salah satu
wujud dari I’adatu al-lslam itu adalah lajdid
al-fahm, yakni memperbaharui kembali cara pandang dalam menjawab
problematika yang berkembang dengan kembali kepada al-Quran dan al-Hadis. Tajdid
al-fahm ini dilakukan karena kemunduran dunia Islam diakibatkan penempatan qaul[2] ulama
abad pertengahan dijadikan rujukan utama dalam menjawab persoalan kontemporer
sehingga yang terjadi kemudian adalah bias-bias dan kekakuan karena qaul
itu sendiri muncul dan dirumuskan berdasarkan setting sosial oleh
ulama ketika masih hidup. Adapun tema sentral gerakan untuk memulihkan dunia
Islam adalah pemurnian akidah, ibadah dan semangat ijtihad di tengah masyarakat
singkretik dan masyarakat yang berorientasi taklid[3].
Menjamurnya gerakan pembaharuan pemikiran
Islam seperti yang berkembang di dunia Islam di atas juga berkembang di
Indonesia yang muncul pada awal abad ke-20, yang salah satunya adalah Persatuan
Islam (PERSIS).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
latar belakang berdirinya Persis?
2. Apa
Visi, Misi, Tujuan dan program jihad jam’iyah Persis?
4. Bagaimana kekuatan jam’iyyah Persis?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar
Belakang Berdirinya PERSIS
Menurut tafsir Qanun asasi (1967: 7) bahwa
sesungguhnya jauh sebelum tanggal 12 September 1923 (berdirinya PERSIS) telah
ada suatu kelompok kajian ajaran Islam dan ajaran yang berlaku secara faktual.
Mereka menamakan kelompok penelaahnya itu dengan nama Persatuan Islam,
ada juga yang memberi nama Permufakatan Islam. Tahun 1923 nama
Persatuan Islam itu bukan nama sebuah organisasi melainkan nama kelompok
penelaah (study club).
Tokoh-tokoh utama study club
tersebut adalah KH. Zamzam dan KH. Muhammad Yunus, mereka mengadakan kenduri
secara rutin bergiliran secara rutin di rumah-rumah anggota jamaahnya, setelah
mereka makan, kemudian sebagaimana biasa diadakan pembahasan berbagai masalah
agama, sampai kepada masalah aktual persoalan umat Islam pada waktu itu.
Persatuan Islam terbentuk dengan dimulai oleh
suatu kelompok penelaah (study club) di Bandung yang anggota-anggotanya
dengan kecintaan menelaah, mengaji serta menguji ajaran-ajaran yang
diterimanya, sedangkan pada saat itu keberadaan kaum muslimin di Indonesia
tenggelam dalam taqlid, jumud[4],
tarekat[5],
khurafat[6],
bid’ah[7], dan
syirik, sebagaimana terdapat dalam dunia Islam lainnya yang diperkuat
oleh cengkraman kuku penjajahan kaum Nashrani Belanda melalui penasehatnya,
orientalis yang ulung dalam menggariskan politik keagamaan di tanah air.
Para anggota kelompok itu semakin lama
mengaji dan menguji ajaran agamanya, semakin tahu hakikat Islam yang
sesungguhnya, dan merekapun menjadi sadar akan keterbelakangan, kejumudan,
pintu ijtihad tertutup bagi umat Islam, merasa cukup dengan taqlid buta.
Akhinya makin sadar pula akan kewajiban untuk mengadakan tajdid[8] dan
pemurnian agama Islam yang dilaksanakan dalam masyarakat, kemudian mereka
masing-masing mengajarkan apa yang telah diketahuinya di kampung halamannya,
sehingga dengan demikian secara tidak resmi maupun secara resmi, maka telah
berdiri dan terbentuk pula kelompok-kelompok penelaah, bukan hanya yang ada di
Bandung, juga di berbagai tempat di Indonesia.
Dalam keadaan demikian Persatuan
Islam telah terbentuk dengan hubungan horizontal (mendatar)
tanpa hubungan organisatoris yang resmi atau suatu nidzam
jami’yyah yang pasti, oleh karena itu, agar perjuangan serta jihad
yang telah dilakukan oleh tiap-tiap kelompok itu lebih berkemampuan lagi, maka
didirikanlah dengan resmi sebuah organisasi yang mempunyai hubungan vertikal (atas
bawah) dengan suatu nizham yang pasti dan disusun bersama-sama
sebagai pengambil inisiatip berdirinya jamiyah Persatuan Islam tercatat tokoh
yang bernama KH. Zamzam dan KH. Muhammad Junus (tafsir Qanun Asasi 1968: 8,
1983: 6). Mereka menamakan Persatuan Islam itu adalah supaya umat Islam bersatu
memegang Quran dan Sunah, bersatu seragam mulai dari aqidah, ibadah sampai
dengan muamalah berpegang pada tali Allah yakni Al-Quran dan
al-Hadits. Dan bukan jamaah yang mencampur adukan Sunnah dan Bid’ah, hak dan
bathil (Eman Sar’an, 1964: 9). Dengan demikian Study Club itu melahirkan
jam’iyyah Persatuan Islam dan kemudian jam’iyyah membentuk Majelis Fatwa.
PERSIS berdiri pada awal 1920-an, tepatnya
hari Rabu, 1 Shafar 1342 H (12 September 1923 M) di Bandung oleh
sekelompok orang yang berminat dalam study dan aktifitas keagamaan yang
dipimpin oleh Haji Zamzam, seorang Alumnus Dar-Ulum Mekkah dan haji Muhammad
Yunus, seorang pedagang sukses yang sama-sama kelahiran Palembang. Nama
Persatuan Islam itu diberikan untuk mengarahkan jihad dan ijtihad serta upaya
segenap potensi, tenaga, usaha dan pikiran guna mencapai harapan dan
cita-cita yang sesuai dengan kehendak organisasi: persatuan pemikiran islam,
persatuan rasa islam, persatuan usaha islam, dan persatuan suara islam.
Bertitik tolak dari pemikiran, rasa, usaha dan suara islam itu, jam’iyyah atau
organisasi itu dinamakan persatuan islam. Penamaan ini diilhani oleh firman
Allah dalam QS Ali Imran ayat 103 : “Berpegang teguhlah kamu sekalian pada
tali (undang-undang atau aturan) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai
berai” dan Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa “kekuasaan Allah
itu ada pada Jama’ah.” Firman Allah dan hadits tersebut menjadi motto
PERSIS dan menjadi lambang PERSIS dalam lingkaran bintang bersudut dua belas
buah yang di bagian tengahnya tertera tulisan Persatuan Islam, ditulis dengan
memakai hurup arab Melayu.
Pada awal PERSIS berdiri, orang-orang yang
tergabung dalam Jam’iyyah itu melihat realitas empiric bahwa masyarakat muslim
Indonesia, khususnya di bandung yang menjadi tempat lahirnya organisasi ini,
banyak melakukan praktek penyimpangan dalam praktek keagamaannya, baik akidah
maupun ibadah. Kaum muslim di Indonesia tenggelam dalam biusan taqlid, jumud,
khurafat, bid’ah, takhayul, serta syirik. Karena itu, mereka merasa terpanggil
oleh kewajiban dan tugas risalah Allah untuk mengangkat Umat dari jurang
kemandegan berfikir dan ketertutupan pintu ijtihad . Persis memiliki cirri khas
tersendiri, yakni kegiatannya dititik beratkan pada paham keagaman.
Sebagai organisasi perjuangan yang bertujuan
menyusun dan membentuk masyarakat yang didalamnya berlaku ajaran dan hukum
Islam, PERSIS mempunyai pandangan, analisis dan perjuangan yang sesuai dengan
dasar keyakinannya. Selama zaman kolonial belanda (sejak awal berdirinya),
Persis menitik beratkan perjuangannya pada penyebaran dan penyiaran paham
aliran Al-Qur’an Sunnah kepada masyarakat kaum muslimin, buka untuk memperbesar
atau memperluas jumlah anggota dalam organisasi. Secara Umum. PERSIS kurang
memberi tekanan pada kegiatan organisasi sehingga tidak berminat untuk
membentuk banyak cabang atau menambah sebayak mungkin anggota. Pembentukan
cabang hanya dilakukan jika ada inisiatif dari peminat dan tidak didasarkan
pada rencana yang dilakukan oleh pimpinan pusat. Menurut Deliar Noer, pengaruh
dari organisasi PERSIS ini jauh lebih besar daripada jumlah cabang atau
anggotanya. Popularitas PERSIS ini menonjol terlebih setelah mendapat dukungan
dan partisipasi dari dua tokoh penting di PERSIS, yaitu Ahmad Hassan, yang
dianggap sebagai guru Utama PERSIS pada masa sebelum perang, dan Mohammad
Natsir yang pada masa itu yang berkembang dan tampaknya bertindak sebagai juru
bicara organisasi bagi kalangan kaum terpelajar.
Ke-Khasan Persis dalam penyebaran Paham
keagamaan dengan Umat, selain dalam bentuk tulisan di majalah yang
diterbitkannya sendiri, selain dalam bentuk tulisandi majalah yang
diterbitkannya sendiri, juga dalam bentuk dakwah lisan, kelompok study,
perdebatan, tabligh dan khotbah-khotbah yang dianggap orang sebagai berani,
keras, tegas, lugas tetapi jelas terkadang menimbulkan kesan kebencian. Ini
terbukti ketika PERSIS menjelma menjadi organisasi paling ekstrim, liberal dan
radikal dalam melakukan pertentangan terhadap tradisi-tradisi yang dianggap
sebagai ajaran agama padahal bid’ah, khurafat dan takhayul.
Alam pemikiran gaya Khas keras seperti itu
semakin menemukan bentuknya ketika Ahmad Hassan memperkenalkan pendapatnya
tentang beragama yang benar, yaitu hubungan manusia dengan tuhan, bergantung
pada benar tidaknya seorang memahami dan melaksanakan hokum Islam. Ahmad Hassan
mengemukakan bahwa :
“Kehidupan seorang Islam tidak dapat
dipisahkan dari ketentuan-ketentuan hukum Islam sebagai Konsekwensi logis dari
penyerahan dirinya kepada tuhan. Manusia sebagai ‘abid (hamba) harus
melaksanakan ibadah (ta’at) sepenuhnya kepada Allah, sang khaliq (pencipta),
sekaligus ma’bud (yang dipertuan )”, atau sebagai sumber kekuasaan. Untuk itu,
setiap orang harus membersihkan dirinya dari kepercayaan dan tradisi yang tidak
diperintahkan oleh orang islam.
Sejak
berdirinya hingga sekarang, dalam gerakan pembaruan Islam di Indonesia, Persis
telah menempatkan dirinya sebagai barisan pelopor dalam memperjuangkan aqidah
Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ditengah-tengah kesimpang siuran
berbagai macam pengaruh dan aliran. Pandangan dan keyakinan perjuangan Persis
perlu diketengahkan kepada masyarakat luas disertai harapan dan kepercayaan
dimasa yang akan datang dalam dinamika perkembangan masyarakat Islam.
B. Visi,
Misi, Tujuan dan Program Jihad Jam’iyah PERSIS
a.
Visi
Terwujudnya Al-Jama’ah sesuai tuntutan
Al-Quran dan As-Sunah.
b.
Misi:
1. Mengembalikan
umat kepada Alquran dan Sunah.
2. Menghidupkan
ruh al-jihad, ijtihad dan tajdid.
3. Mewujudkan
Mujahid, Mujtahid, dan Muwahid.
4. Meningkatkan
kesejahteraan umat.
c. Tujuan:
Terlaksananya syariat Islam berlandaskan Al-Quran dan Sunah secarakâffah dalam
segala aspek kehidupan
d. Program jihad jam’iyah Persatuan Islam
1. Islahul Aqidah, dengan jalan
membasmi khurafat, takhayul, dan syirik di kalangan umat Islam.
2. Islahul Ibadah, dengan jalan membasmi
bid’ah dan taqlid serta membimbing umat dengan tuntutan al-Qur’an dan
as-Sunnah.
3. Islahul Muamalah, dengan jalan
membimbing umat dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, social, budaya atas
dasar al-Qur’an dan as-Sunnah.
4. Islahul Khuluqil Ummat, dengan jalan
memperbaiki akhlaq masyarakat.
C. Kekuatan Jam’iyah PERSIS
Kekuatan jam’iyah Persis dibangun oleh
beberapa kekuatan pokok yaitu:
1. Persis sebagai jam’iyah yang bervisi
Al-jama’ah
Terwujudnya Al-jama’ah merupakan visi
jam’iyah Persatuan Islam, artinya Persis berjuang agar umat islam mampu
melaksanakan ajaran islam secara kaffah baik dalam kehidupan pribadi atau dalam
kehidupan kolektif komunal, sebagai sebuah masyarakat atau bangsa, sesuai
dengan tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Sebagai
gerakan tajdid Persis juga berusaha secara terus menerus melakukan tazkiyyah
terhadap benalu-benalu yang berasal dari luar Islam, baik dalam urusan aqidah,
ibadah maupun akhlaq dan mu’amalah umat. Sebagaimana Rasulullah SAW diutus
Allah dengan tugas antara lain untuk melakukan tazkiyyah aqidah dan ibadah dari
munkarat, bid’ah, takhayul, khurafat dan syirik yang sudah mendarah daging pada
umat jahiliyyah waktu itu.
Sebagaimana
dijelaskan dalam firman Allah :
لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى
الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ
آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ
مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ
“Sungguh Allah telah memberi
karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka
seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka
ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al
Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka
adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata”. (Q.S Ali Imran: 164)
Dengan ungkapan “Persis sebagai
Jam’iyyah” maka tergambar secara konkrit sekumpulan orang-orang Islam yang
bercita-cita luhur dengan mempunyai keterampilan kerja yang bertanggung jawab
dan professional, mampu memposisikan dirinya diatas posisi tertentu serta
berbuat sesuai dengan mekanisme kerja yang rapih.
Apabila berbicara tentang
jam’iyah/organisasi yang pengertiannya sebatas mekanisme kerja terutama
mengenai kemapanan, keutuhan dan kesolidan, tentu saja ada yang lebih mapan,
utuh dan solid dari pada Persis. Oleh karena itu jika Persis hanya sekedar
jam’iyah saja, rasanya tidak ada istimewanya dari organisasi-organisasi yang
lain. Dengan demikian apabila kita berada dan berjuang dalam jam’iyah yang
tidak ada bedanya dengan yang lain, tidak mustahil akan lahir penilaian minor
dari dalam organisasi sendiri. Bahayanya organisasi itu sendiri bias
dihancurkan oleh orang dalam sendiri. Oleh karena itu, kita perlu memberi
muatan terhadap jam’iyah ini agar terdapat keistimewaan yang dapat membedakan
dengan yang lain. Muatan itu tidak lain adalah “Al-jama’ah”, sehingga Persis
sebagai jam’iyah berwawasan al-jama’ah.
Maksudnya, apabila kita membaca
kalimat “Madinatun” maka mengandung arti kota yang ada dimana saja
karena kalimatnya “nakirah” tetapi apabila didepannya memakai alif-lam,
menjadi “Al-Madinatu” maka artinya adalah kota Madinah al-Munawaroh
tempat Rasulullah SAW berhijrah dari Makkah al-Mukaramah karena “ma’rifat”.
Demikian pula kalimat jama’atun
mengandung arti kumpulan apa saja, tetapi apabila kalimatnya Al-jama’ah
maka memiliki makna khusus sebagaimana dijelaskan Rasulullah dan sahabat Abu
Bakar as-Shidiq:
1.
Yang mendapat
jaminan dari Rasulullah SAW akan masuk Surga.
Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan… : Sesungguhnya
Rasulullah SAW berdiri kemudian bersabda: Sesungguhnya sebelum kamu terpecah
menjadi 72 golongan, ummat ini akan terpecah belah menjadi 73 golongan, 72
golongan masuk neraka, dan satu golongan masuk Surga, yaitu Aljama’ah (Abu
Dawud: 4597, At-Tirmidzi 7:397)
2.
Penerus Rasul
dan sahabat Rasulullah SAW.
Dari Abdullah bin Amr berkata, telah bersabda
Rasulullah SAW: ……… Para sahabat bertanya, siapakah itu Rasulullah? Beliau
menjawab (mereka al-jama’ah itu) yang mengikuti Aku dan sahabat Aku (At-Tirmidzi: 2641)
3.
Jalan keluar
dari kehancuran, sebagaimana diungkap oleh Abu Bakar as-Shidiq
Bila kebathilan mempunyai kesempatan
mengadakan penyerbuan, dan pendukung haq berusaha memperbaiki, tapi tidak
berbekas, tidak berhasil, sunnah Rasul mati tidak berdaya, maka kamu jangan
berpisah dengan mesjid, carilah petunjuk dengan al-Qur’an, dan jangan berpisah
dengan al-jama’ah (Jumhur
Khitob Arobi: 183, Majalah Risalah)
Jadi keistimewaan sebuah jam’iyah
tergantung atas muatannya, jika jam’iyah itu bermuatan al-Jama’ah, maka
jam’iyah tersebut insya Allah mendapat jaminan sesuai sabda Rasul diatas, tapi
jika jam’iyah itu hanya sekedar organisasi semata, maka jelas tidak termasuk
yang mendapat jaminan dari Rasulullah SAW tersebut.
Demikian pula jika Persis sudah
diberi muatan al-Jama’ah, maka tidak akan ada orang yang menjadikan Persis
sebagai alat, apalagi alat untuk memenuhi kepentingan pribadi. Dan tidak akan
ada anggota yang mempunyai niat keluar dari keanggotaan Persis, karena
dibentengi oleh suatu keyakinan bahwa keluar dari al-Jama’ah itu jika ia mati
sama dengan mati di jaman jahiliyyah.
2. Kekuatan Imamah
Kekuatan Imamah dalam Persis dibangun antara
lain oleh:
a.
Peran para
ulama yang cukup dominan, dan kuatnya komitmen para pimpinan jam’iyah terhadap
visi dan misi jam’iyah.
b.
Kuatnya Nizham
(aturan) dan sistem yang dibangun.
c.
Adanya
pembidangan dan pembagian tugas yang jelas dengan keberadaan Bidang-Bidang
Garapan (BidGar) bagian otonom, dewan dan lembaga.
Pembidangan dalam jam’iyah Persis terdiri
atas:
1.
Bidang
jam’iyah, yang mengkoordinasikan BidGar-BidGar: Hubungan Antar Lembaga dan
Organisasi, Hubungan Luar Negeri, Pembinaan dan Pengembangan Organisasi,
Pembinaan dan Pengembangan SDM.
2.
Bidang
Tarbiyah, yang mengkoordinasikan BidGar-BidGar: Dakwah, Pendidikan Dasar dan
Menengah, Pendidikan Tinggi, dan Bimbingan Haji dan Umrah.
3.
Bidang
Maliyah, yang mengkoordinasikan BidGar-BidGar: Perzakatan, Perwakafan, Sosial,
Ekonomi, dan Pengembangan Sarana Fisik.
4.
Bidang
Kesekretariatan, yang mengkoordinasikan BidGar Penyiaran dan Publikasi dan
Rumah Tangga.
5.
Bidang
Keuangan (Kebendaharaan)
Bagian Otonom dalam Jam’iyah Persis terdiri
atas:
1.
Persatuan
Islam Istri (Persistri)
2.
Pemuda
Persis.
3.
Pemudi
Persis.
4.
Himpunan
Mahasiswa Persis
5.
Himpunan
Mahasiswi Persis
Dewan yang ada terdiri atas:
1.
Dewan Hisbah,
terdiri dari para ulama Persis yang bertugas melakukan kajian tentang persoalan
Aqidah, Ibadah, Mu’amalah dan Akhlaq.
2.
Dewan Hisab
dan Ru’yat, terdiri dari para ahli Hisab yang bertugas dibidang Hisab dan
Ru’yat.
3.
Dewan Tafkir,
terdiri dari para sarjana dan cendikiawan dan ulama yang bertugas memberikan
masukan ke PP Persis tentang persoalan: Dakwah, pendidikan, social, ekonomi dan
politik.
Lembaga yang ada terdiri atas:
1.
PT Karya
Imtaq, yang melayani bimbingan Haji Plus dan Umrah.
2.
Lembaga
Bantuan Hukum Persis, yang bertugans memberikan pelayanan dibidang advokasi
hokum dan pencerahan menyangkut masalah hokum positif.
3.
Pusat Zakat
Umat, yang bertugas dibidang pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah.
3. Ketaatan Umat
Kuatnya
ketaatan anggota Persis merupakan hasil dari:
1.
Pembinaan
yang intensif
2.
Rekrutmen
anggota yang selektif
3.
Penekanan
pada aspek kualitatif
Ketaatan yang dituntut dalam jam’iyah yang
bervisi al-Jama’ah tentu bukan ketaatan tanpa alasan, sebab ketaatan anggota
anggota Persis baik kepada Nizham Jam’iyah maupun kepada Imam bukan taat karena
nama Persis atau pimpinannya, tetapi taat karena jam’iyah ini konsisten
memperjuangkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Imam atau pimpinan ditaati bukan semata
karena dia sebagai imam, tapi karena putusan, perintah, serta larangannya itu
didasarkan pada nash atau nilai-nilai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ketaatan
terhadap suatu keputusan pimpinan tetap harus ditaati walaupun tidak sesuai
dengan selera, sebagaimana diriwayatkan:
“Dari Ubadah bin Walid bin Ubadah dari
bapaknya dari kakeknya: Nabi SAW menda’wahi kami. Maka kami berbai’at kepada
beliau. Diantara (tuntutan) yang beliau ambil dari kami, kami berbai’at kepada
beliau untuk selalu mendengar dan ta’at dalam keadaan suka atau benci, dalam
kesusahan atau kelapangan (Al-Bukhari:
192, Muslim: 1470)
“Dari Auf bin Malik dari Rasulullah SAW
berkata: Apabila kamu melihat dari pimpinan kamu perkara yang kamu tidak suka
(mengerjakan maksiat) maka hendaklah kamu membenci pekerjaannya dan janganlah
kamu melepaskan keta’atan kepadanya (Muslim:
1418)
Ibnu
Hajar al-Ashqalani mengungkapkan suatu kejadian pada zaman Utsman bin Affan
saat beliau ada di Mina (Safar) sahabat Utsman mengimami shalat dengan empat
raka’at, kemudian Abdullah bin Mas’ud istirja (mengucapkan kalimat Inna
lillahi wa inna ilaihi roji’un) sebagai ungkapan telah terjadi kekeliruan,
sahabat Abu Bakar dan Umar di Mina melakukan jama’ qosor, Ibnu Mas’ud
berkata: berbeda dengan imam itu suatu perbuatan bahaya, tapi Abdullah bin
Mas’ud sholat empat raka’at mengikuti sahabat Utsman. Maka wajar apabila Ibnu
Hajar mengungkapkan:
“Sesungguhnya ta’at kepada Amir itu wajib,
dan barangsiapa yang meninggalkan kewajiban ia masuk neraka (Fathul Baary 13:110)
4.
Mengutamakan
Syura
Syura[9]
merupakan prinsip utama dalam jam’iyah dengan Persatuan Islam. Persis sebagai
jam’iyah dengan visi, misi al-jamaah dalam gerak dan langkah jihadnya selalu
mengutamakan syura, baik untuk menentukan atau memilih pemimpin mulai dari
tingkat Pimpinan Jamaah sampai Pimpinan Pusat, ataupun dalam menyusun program
jihad, termasuk dalam menentukan sikap terhadap suatu keadaan, baik yang
menyangkut kepentingan jam’iyah khususnya maupun kepentingan umat islam pada
umumnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Persatuan Islam terbentuk dengan dimulai oleh
suatu kelompok penelaah (study club) di Bandung yang anggota-anggotanya
dengan kecintaan menelaah, mengaji serta menguji ajaran-ajaran yang
diterimanya, sedangkan pada saat itu keberadaan kaum muslimin di Indonesia
tenggelam dalam taqlid, jumud, tarekat, khurafat, bid’ah, dan
syirik, sebagaimana terdapat dalam dunia Islam lainnya yang diperkuat
oleh cengkraman kuku penjajahan kaum Nashrani Belanda melalui penasehatnya,
orientalis yang ulung dalam menggariskan politik keagamaan di tanah air.
Para anggota kelompok itu semakin lama
mengaji dan menguji ajaran agamanya, semakin tahu hakikat Islam yang
sesungguhnya, dan merekapun menjadi sadar akan keterbelakangan, kejumudan,
pintu ijtihad tertutup bagi umat Islam, merasa cukup dengan taqlid buta.
Akhinya makin sadar pula akan kewajiban untuk mengadakan tajdid dan
pemurnian agama Islam yang dilaksanakan dalam masyarakat, kemudian mereka
masing-masing mengajarkan apa yang telah diketahuinya di kampung halamannya,
sehingga dengan demikian secara tidak resmi maupun secara resmi, maka telah
berdiri dan terbentuk pula kelompok-kelompok penelaah, bukan hanya yang ada di
Bandung, juga di berbagai tempat di Indonesia.
PERSIS Berdiri pada awal 1920-an, tepatnya
hari Rabu, 1 Shafar 1342 H (12 September 1923 M) di Bandung oleh
sekelompok orang yang berminat dalam study dan aktifitas keagamaan yang
dipimpin oleh Haji Zamzam, seorang Alumnus Dar-Ulum Mekkah dan haji Muhammad
Yunus, seorang pedagang sukses yang sama-sama kelahiran Palembang. Nama
Persatuan Islam itu diberikan untuk mengarahkan jihad dan ijtihad serta upaya
segenap potensi, tenaga, usaha dan pikiran guna mencapai harapan dan
cita-cita yang sesuai dengan kehendak organisasi: persatuan pemikiran islam,
persatuan rasa islam, persatuan usaha islam, dan persatuan suara islam.
Bertitik tolak dari pemikiran, rasa, usaha dan suara islam itu, jam’iyyah atau
organisasi itu dinamakan persatuan islam. Penamaan ini diilhani oleh firman
Allah dalam QS Ali Imran ayat 103 : “Berpegang teguhlah kamu sekalian pada
tali (undang-undang atau aturan) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai
berai” dan Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa “kekuasaan Allah
itu ada pada Jama’ah.”
Sebagai organisasi perjuangan yang bertujuan
menyusun dan membentuk masyarakat yang didalamnya berlaku ajaran dan hukum
Islam, PERSIS mempunyai pandangan, analisis dan perjuangan yang sesuai dengan
dasar keyakinannya, dengan;
Visi: Terwujudnya
Al-Jama’ah sesuai tuntutan Al-Quran dan As-Sunah.
Misi: 1. Mengembalikan
umat kepada Alquran dan Sunah.
2. Menghidupkan
ruh al-jihad, ijtihad dan tajdid.
3. Mewujudkan
Mujahid, Mujtahid, dan Muwahid.
4. Meningkatkan
kesejahteraan umat.
Tujuan:
Terlaksananya syariat Islam berlandaskan Al-Quran dan Sunah secarakâffah dalam
segala aspek kehidupan
Program jihad
jam’iyah Persatuan Islam
1. Islahul Aqidah, dengan jalan
membasmi khurafat, takhayul, dan syirik di kalangan umat Islam.
2. Islahul Ibadah, dengan jalan membasmi
bid’ah dan taqlid serta membimbing umat dengan tuntutan al-Qur’an dan
as-Sunnah.
3. Islahul Muamalah, dengan jalan
membimbing umat dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, social, budaya atas
dasar al-Qur’an dan as-Sunnah.
4. Islahul Khuluqil Ummat, dengan jalan
memperbaiki akhlaq masyarakat.
Kekuatan jam’iyah Persis dibangun oleh beberapa
kekuatan pokok yaitu:
a.
Persis
sebagai jam’iyah yang bervisi Al-jama’ah
b.
Kekuatan
Imamah
c.
Ketaatan Umat
d.
Mengutamakan
Syura/Musyawarah.
REFERANSI
Drs. K.H. Shiddiq Amien, MBA, Drs. K.H.
Entang Mukhtar ZA, Prof. Dr. K.H. Maman Abdurrahman, M.A, Drs. H. Uyun
Kamiludin,S.H.M.H, Drs. H. Dody S.Truna, M.A, Prof. Dr. H. Dadan Wildan, M.Hum,
K.H. Didi Kuswandi, K.H. Aceng Zakaria, H. Toha Kahfi, Kosim Kusnadi, panduan
hidup berjamaah dalam jam’iyyah Persis. Tafakur, Bandung, 2007.
http://persis.or.id
[1] I’adatu al-lslam itu
adalah lajdid al-fahm, yakni memperbaharui kembali cara
pandang dalam menjawab problematika yang berkembang dengan kembali kepada
al-Quran dan al-Hadis.
[2] Qaul, ucapan.
[3] Taklid, mengikuti
tanpa ada pengetahuan.
[4] Jumud, kemandegan
berpikir.
[5] Tarekat, (tariqat) secara
harfiah berarti jalan, cara, atau metode.
[6] Khurafat, Semua cerita atau khayalan,
ajaran-ajaran, pantang larang, adat istiadat, ramalan-ramalan, pemujaan atau
kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam.
[7] Bid’ah, perbuatan yang dikerjakan tidak menurut
contoh-contoh dari Rasulullah SAW.
[8] Tajdid, pembaruan.
[9] Syura,
musyawarah/tukar pikiran antara orang-orang yang berkompeten dalam berbagai
bidang kajian keilmuan.
TERIMAKASIH BANYAK.. JAZAKALLAHU KHAIR.. SEMOGA ALLAH MEMBERKATIMU....
BalasHapusMaasya Allah.. haturnuhun. Sangat bermanfaat ilmunya.
BalasHapusJelaskan Doktrin Jam'iyyah persis!
BalasHapus