Senin, 16 Maret 2015

Persis sebagai jamiyah dengan visi, misi al-jama'ah

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Akhir abad ke 19 merupakan momentum bagi kebangkitan dunia Islam. Kesadaran ini muncul setelah dunia Islam melihat perputaran roda sejarah berbalik: dunia Barat maju dan dunia Islam terpuruk, bahkan Islam menjadi bulan-bulanan dunia Barat yang Kristen itu. Dari realitas sejarah ini kemudian muncul gerakan yang mencoba untuk melakukan otokritik secara kritis dengan cara melakukan evaluasi sebab-sebab terjadinya perputaran roda sejarah yang berbalik itu.
Gerakan ini lebih mengemuka di hampir dunia Islam pada abad ke 20 dengan nama gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Tema sentral ide pembaharuan pemikiran dalam Islam di atas terletak pada kata kunci I’adatu al-Islam[1]yakni keinginan masyarakat Islam untuk mengembalikan peran dunia Islam dalam percaturan global peradaban dunia, yang dulu pernah dilakukan Islam. Salah satu wujud dari I’adatu al-lslam itu adalah lajdid al-fahm, yakni memperbaharui kembali cara pandang dalam menjawab problematika yang berkembang dengan kembali kepada al-Quran dan al-Hadis. Tajdid al-fahm ini dilakukan karena kemunduran dunia Islam diakibatkan penempatan qaul[2] ulama abad pertengahan dijadikan rujukan utama dalam menjawab persoalan kontemporer sehingga yang terjadi kemudian adalah bias-bias dan kekakuan karena qaul itu sendiri muncul dan dirumuskan berdasarkan setting sosial oleh ulama ketika masih hidup. Adapun tema sentral gerakan untuk memulihkan dunia Islam adalah pemurnian akidah, ibadah dan semangat ijtihad di tengah masyarakat singkretik dan masyarakat yang berorientasi taklid[3].

Menjamurnya gerakan pembaharuan pemikiran Islam seperti yang berkembang di dunia Islam di atas juga berkembang di Indonesia yang muncul pada awal abad ke-20, yang salah satunya adalah Persatuan Islam (PERSIS).

B.   Rumusan Masalah
1.    Bagaimana latar belakang berdirinya Persis?
2.    Apa Visi, Misi, Tujuan dan program jihad jam’iyah Persis?
4.    Bagaimana kekuatan jam’iyyah Persis?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Berdirinya PERSIS
Menurut tafsir Qanun asasi (1967: 7) bahwa sesungguhnya jauh sebelum tanggal 12 September 1923 (berdirinya PERSIS) telah ada suatu kelompok kajian ajaran Islam dan ajaran yang berlaku secara faktual. Mereka menamakan kelompok penelaahnya itu dengan nama Persatuan Islam, ada juga yang memberi nama Permufakatan Islam. Tahun 1923 nama Persatuan Islam itu bukan nama sebuah organisasi melainkan nama kelompok penelaah (study club).
Tokoh-tokoh utama study club tersebut adalah KH. Zamzam dan KH. Muhammad Yunus, mereka mengadakan kenduri secara rutin bergiliran secara rutin di rumah-rumah anggota jamaahnya, setelah mereka makan, kemudian sebagaimana biasa diadakan pembahasan berbagai masalah agama, sampai kepada masalah aktual persoalan umat Islam pada waktu itu.
Persatuan Islam terbentuk dengan dimulai oleh suatu kelompok penelaah (study club) di Bandung yang anggota-anggotanya dengan kecintaan menelaah, mengaji serta menguji ajaran-ajaran yang diterimanya, sedangkan pada saat itu keberadaan kaum muslimin di Indonesia tenggelam dalam taqlid, jumud[4], tarekat[5], khurafat[6], bid’ah[7], dan syirik, sebagaimana terdapat dalam dunia Islam lainnya yang diperkuat oleh cengkraman kuku penjajahan kaum Nashrani Belanda melalui penasehatnya, orientalis yang ulung dalam menggariskan politik keagamaan di tanah air.
Para anggota kelompok itu semakin lama mengaji dan menguji ajaran agamanya, semakin tahu hakikat Islam yang sesungguhnya, dan merekapun menjadi sadar akan keterbelakangan, kejumudan, pintu ijtihad tertutup bagi umat Islam, merasa cukup dengan taqlid buta. Akhinya makin sadar pula akan kewajiban untuk mengadakan tajdid[8] dan pemurnian agama Islam yang dilaksanakan dalam masyarakat, kemudian mereka masing-masing mengajarkan apa yang telah diketahuinya di kampung halamannya, sehingga dengan demikian secara tidak resmi maupun secara resmi, maka telah berdiri dan terbentuk pula kelompok-kelompok penelaah, bukan hanya yang ada di Bandung, juga di berbagai tempat di Indonesia.
Dalam keadaan demikian Persatuan Islam telah terbentuk dengan hubungan horizontal (mendatar) tanpa hubungan organisatoris yang resmi atau suatu nidzam jami’yyah yang pasti, oleh karena itu, agar perjuangan serta jihad yang telah dilakukan oleh tiap-tiap kelompok itu lebih berkemampuan lagi, maka didirikanlah dengan resmi sebuah organisasi yang mempunyai hubungan vertikal (atas bawah) dengan suatu nizham yang pasti dan disusun bersama-sama sebagai pengambil inisiatip berdirinya jamiyah Persatuan Islam tercatat tokoh yang bernama KH. Zamzam dan KH. Muhammad Junus (tafsir Qanun Asasi 1968: 8, 1983: 6). Mereka menamakan Persatuan Islam itu adalah supaya umat Islam bersatu memegang Quran dan Sunah, bersatu seragam mulai dari aqidah, ibadah sampai dengan muamalah berpegang pada tali Allah yakni Al-Quran dan al-Hadits. Dan bukan jamaah yang mencampur adukan Sunnah dan Bid’ah, hak dan bathil (Eman Sar’an, 1964: 9). Dengan demikian Study Club itu melahirkan jam’iyyah Persatuan Islam dan kemudian jam’iyyah membentuk Majelis Fatwa.
PERSIS berdiri pada awal 1920-an, tepatnya hari Rabu, 1 Shafar 1342 H (12 September 1923 M)  di Bandung oleh sekelompok orang yang berminat dalam study dan aktifitas keagamaan yang dipimpin oleh Haji Zamzam, seorang Alumnus Dar-Ulum Mekkah dan haji Muhammad Yunus, seorang pedagang sukses yang sama-sama kelahiran Palembang. Nama Persatuan Islam itu diberikan untuk mengarahkan jihad dan ijtihad serta upaya segenap potensi, tenaga,  usaha dan pikiran guna mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak organisasi: persatuan pemikiran islam, persatuan rasa islam, persatuan usaha islam, dan persatuan suara islam. Bertitik tolak dari pemikiran, rasa, usaha dan suara islam itu, jam’iyyah atau organisasi itu dinamakan persatuan islam. Penamaan ini diilhani oleh firman Allah dalam QS Ali Imran ayat 103 : “Berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali (undang-undang atau aturan) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai” dan Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa “kekuasaan Allah itu ada pada Jama’ah.” Firman Allah dan hadits tersebut menjadi motto PERSIS dan menjadi lambang PERSIS dalam lingkaran bintang bersudut dua belas buah yang di bagian tengahnya tertera tulisan Persatuan Islam, ditulis dengan memakai hurup arab Melayu.
Pada awal PERSIS berdiri, orang-orang yang tergabung dalam Jam’iyyah itu melihat realitas empiric bahwa masyarakat muslim Indonesia, khususnya di bandung yang menjadi tempat lahirnya organisasi ini, banyak melakukan praktek penyimpangan dalam praktek keagamaannya, baik akidah maupun ibadah. Kaum muslim di Indonesia tenggelam dalam biusan taqlid, jumud, khurafat, bid’ah, takhayul, serta syirik. Karena itu, mereka merasa terpanggil oleh kewajiban dan tugas risalah Allah untuk mengangkat Umat dari jurang kemandegan berfikir dan ketertutupan pintu ijtihad . Persis memiliki cirri khas tersendiri, yakni kegiatannya dititik beratkan pada paham keagaman.
Sebagai organisasi perjuangan yang bertujuan menyusun dan membentuk masyarakat yang didalamnya berlaku ajaran dan hukum Islam, PERSIS mempunyai pandangan, analisis dan perjuangan yang sesuai dengan dasar keyakinannya. Selama zaman kolonial belanda (sejak awal berdirinya), Persis menitik beratkan perjuangannya pada penyebaran dan penyiaran paham aliran Al-Qur’an Sunnah kepada masyarakat kaum muslimin, buka untuk memperbesar atau memperluas jumlah anggota dalam organisasi. Secara Umum. PERSIS kurang memberi tekanan pada kegiatan organisasi sehingga tidak berminat untuk membentuk banyak cabang atau menambah sebayak mungkin anggota. Pembentukan cabang hanya dilakukan jika ada inisiatif dari peminat dan tidak didasarkan pada rencana yang dilakukan oleh pimpinan pusat. Menurut Deliar Noer, pengaruh dari organisasi PERSIS ini jauh lebih besar daripada jumlah cabang atau anggotanya. Popularitas PERSIS ini menonjol terlebih setelah mendapat dukungan dan partisipasi dari dua tokoh penting di PERSIS, yaitu Ahmad Hassan, yang dianggap sebagai guru Utama PERSIS pada masa sebelum perang, dan Mohammad Natsir yang pada masa itu yang berkembang dan tampaknya bertindak sebagai juru bicara organisasi bagi kalangan kaum terpelajar.
Ke-Khasan Persis dalam penyebaran Paham keagamaan dengan Umat, selain dalam bentuk tulisan di majalah yang diterbitkannya sendiri, selain dalam bentuk tulisandi majalah yang diterbitkannya sendiri, juga dalam bentuk dakwah lisan, kelompok study, perdebatan, tabligh dan khotbah-khotbah yang dianggap orang sebagai berani, keras, tegas, lugas tetapi jelas terkadang menimbulkan kesan kebencian. Ini terbukti ketika PERSIS menjelma menjadi organisasi paling ekstrim, liberal dan radikal dalam melakukan pertentangan terhadap tradisi-tradisi yang dianggap sebagai ajaran agama padahal bid’ah, khurafat dan takhayul.
Alam pemikiran gaya Khas keras seperti itu semakin menemukan bentuknya ketika Ahmad Hassan memperkenalkan pendapatnya tentang beragama yang benar, yaitu hubungan manusia dengan tuhan, bergantung pada benar tidaknya seorang memahami dan melaksanakan hokum Islam. Ahmad Hassan mengemukakan bahwa :
“Kehidupan seorang Islam tidak dapat dipisahkan dari ketentuan-ketentuan hukum Islam sebagai Konsekwensi logis dari penyerahan dirinya kepada tuhan. Manusia sebagai ‘abid (hamba) harus melaksanakan ibadah (ta’at) sepenuhnya kepada Allah, sang khaliq (pencipta), sekaligus ma’bud (yang dipertuan )”, atau sebagai sumber kekuasaan. Untuk itu, setiap orang harus membersihkan dirinya dari kepercayaan dan tradisi yang tidak diperintahkan oleh orang islam.
            Sejak berdirinya hingga sekarang, dalam gerakan pembaruan Islam di Indonesia, Persis telah menempatkan dirinya sebagai barisan pelopor dalam memperjuangkan aqidah Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ditengah-tengah kesimpang siuran berbagai macam pengaruh dan aliran. Pandangan dan keyakinan perjuangan Persis perlu diketengahkan kepada masyarakat luas disertai harapan dan kepercayaan dimasa yang akan datang dalam dinamika perkembangan masyarakat Islam.
           
B.    Visi, Misi, Tujuan dan Program Jihad Jam’iyah PERSIS
a.      Visi
Terwujudnya Al-Jama’ah sesuai tuntutan Al-Quran dan As-Sunah.
b.      Misi:
1.         Mengembalikan umat kepada Alquran dan Sunah.
2.         Menghidupkan ruh al-jihad, ijtihad dan tajdid.
3.         Mewujudkan Mujahid, Mujtahid, dan Muwahid.
4.         Meningkatkan kesejahteraan umat.
c.     Tujuan: Terlaksananya syariat Islam berlandaskan Al-Quran dan Sunah secarakâffah dalam segala aspek kehidupan
d.     Program jihad jam’iyah Persatuan Islam
1.         Islahul Aqidah, dengan jalan membasmi khurafat, takhayul, dan syirik di kalangan umat Islam.
2.        Islahul Ibadah, dengan jalan membasmi bid’ah dan taqlid serta membimbing umat dengan tuntutan al-Qur’an dan as-Sunnah.
3.        Islahul Muamalah, dengan jalan membimbing umat dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, social, budaya atas dasar al-Qur’an dan as-Sunnah.
4.        Islahul Khuluqil Ummat, dengan jalan memperbaiki akhlaq masyarakat.



C. Kekuatan Jam’iyah PERSIS
       Kekuatan jam’iyah Persis dibangun oleh beberapa kekuatan pokok yaitu:
1.      Persis sebagai jam’iyah yang bervisi Al-jama’ah
Terwujudnya Al-jama’ah merupakan visi jam’iyah Persatuan Islam, artinya Persis berjuang agar umat islam mampu melaksanakan ajaran islam secara kaffah baik dalam kehidupan pribadi atau dalam kehidupan kolektif komunal, sebagai sebuah masyarakat atau bangsa, sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Sebagai gerakan tajdid Persis juga berusaha secara terus menerus melakukan tazkiyyah terhadap benalu-benalu yang berasal dari luar Islam, baik dalam urusan aqidah, ibadah maupun akhlaq dan mu’amalah umat. Sebagaimana Rasulullah SAW diutus Allah dengan tugas antara lain untuk melakukan tazkiyyah aqidah dan ibadah dari munkarat, bid’ah, takhayul, khurafat dan syirik yang sudah mendarah daging pada umat jahiliyyah waktu itu.
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah :

لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ

“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata”. (Q.S Ali Imran: 164)
            Dengan ungkapan “Persis sebagai Jam’iyyah” maka tergambar secara konkrit sekumpulan orang-orang Islam yang bercita-cita luhur dengan mempunyai keterampilan kerja yang bertanggung jawab dan professional, mampu memposisikan dirinya diatas posisi tertentu serta berbuat sesuai dengan mekanisme kerja yang rapih.
            Apabila berbicara tentang jam’iyah/organisasi yang pengertiannya sebatas mekanisme kerja terutama mengenai kemapanan, keutuhan dan kesolidan, tentu saja ada yang lebih mapan, utuh dan solid dari pada Persis. Oleh karena itu jika Persis hanya sekedar jam’iyah saja, rasanya tidak ada istimewanya dari organisasi-organisasi yang lain. Dengan demikian apabila kita berada dan berjuang dalam jam’iyah yang tidak ada bedanya dengan yang lain, tidak mustahil akan lahir penilaian minor dari dalam organisasi sendiri. Bahayanya organisasi itu sendiri bias dihancurkan oleh orang dalam sendiri. Oleh karena itu, kita perlu memberi muatan terhadap jam’iyah ini agar terdapat keistimewaan yang dapat membedakan dengan yang lain. Muatan itu tidak lain adalah “Al-jama’ah”, sehingga Persis sebagai jam’iyah berwawasan al-jama’ah.
            Maksudnya, apabila kita membaca kalimat “Madinatun” maka mengandung arti kota yang ada dimana saja karena kalimatnya “nakirah” tetapi apabila didepannya memakai alif-lam, menjadi “Al-Madinatu” maka artinya adalah kota Madinah al-Munawaroh tempat Rasulullah SAW berhijrah dari Makkah al-Mukaramah karena “ma’rifat”.
            Demikian pula kalimat jama’atun mengandung arti kumpulan apa saja, tetapi apabila kalimatnya Al-jama’ah maka memiliki makna khusus sebagaimana dijelaskan Rasulullah dan sahabat Abu Bakar as-Shidiq:
1.      Yang mendapat jaminan dari Rasulullah SAW akan masuk Surga.
Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan… : Sesungguhnya Rasulullah SAW berdiri kemudian bersabda: Sesungguhnya sebelum kamu terpecah menjadi 72 golongan, ummat ini akan terpecah belah menjadi 73 golongan, 72 golongan masuk neraka, dan satu golongan masuk Surga, yaitu Aljama’ah  (Abu Dawud: 4597, At-Tirmidzi 7:397)
2.      Penerus Rasul dan sahabat Rasulullah SAW.
Dari Abdullah bin Amr berkata, telah bersabda Rasulullah SAW: ……… Para sahabat bertanya, siapakah itu Rasulullah? Beliau menjawab (mereka al-jama’ah itu) yang mengikuti Aku dan sahabat Aku (At-Tirmidzi: 2641)

3.      Jalan keluar dari kehancuran, sebagaimana diungkap oleh Abu Bakar as-Shidiq
Bila kebathilan mempunyai kesempatan mengadakan penyerbuan, dan pendukung haq berusaha memperbaiki, tapi tidak berbekas, tidak berhasil, sunnah Rasul mati tidak berdaya, maka kamu jangan berpisah dengan mesjid, carilah petunjuk dengan al-Qur’an, dan jangan berpisah dengan al-jama’ah (Jumhur Khitob Arobi: 183, Majalah Risalah)
            Jadi keistimewaan sebuah jam’iyah tergantung atas muatannya, jika jam’iyah itu bermuatan al-Jama’ah, maka jam’iyah tersebut insya Allah mendapat jaminan sesuai sabda Rasul diatas, tapi jika jam’iyah itu hanya sekedar organisasi semata, maka jelas tidak termasuk yang mendapat jaminan dari Rasulullah SAW tersebut.
            Demikian pula jika Persis sudah diberi muatan al-Jama’ah, maka tidak akan ada orang yang menjadikan Persis sebagai alat, apalagi alat untuk memenuhi kepentingan pribadi. Dan tidak akan ada anggota yang mempunyai niat keluar dari keanggotaan Persis, karena dibentengi oleh suatu keyakinan bahwa keluar dari al-Jama’ah itu jika ia mati sama dengan mati di jaman jahiliyyah.

2.      Kekuatan Imamah
Kekuatan Imamah dalam Persis dibangun antara lain oleh:
a.       Peran para ulama yang cukup dominan, dan kuatnya komitmen para pimpinan jam’iyah terhadap visi dan misi jam’iyah.
b.      Kuatnya Nizham (aturan) dan sistem yang dibangun.
c.       Adanya pembidangan dan pembagian tugas yang jelas dengan keberadaan Bidang-Bidang Garapan (BidGar) bagian otonom, dewan dan lembaga.

Pembidangan dalam jam’iyah Persis terdiri atas:
1.      Bidang jam’iyah, yang mengkoordinasikan BidGar-BidGar: Hubungan Antar Lembaga dan Organisasi, Hubungan Luar Negeri, Pembinaan dan Pengembangan Organisasi, Pembinaan dan Pengembangan SDM.
2.      Bidang Tarbiyah, yang mengkoordinasikan BidGar-BidGar: Dakwah, Pendidikan Dasar dan Menengah, Pendidikan Tinggi, dan Bimbingan Haji dan Umrah.
3.      Bidang Maliyah, yang mengkoordinasikan BidGar-BidGar: Perzakatan, Perwakafan, Sosial, Ekonomi, dan Pengembangan Sarana Fisik.
4.      Bidang Kesekretariatan, yang mengkoordinasikan BidGar Penyiaran dan Publikasi dan Rumah Tangga.
5.      Bidang Keuangan (Kebendaharaan)

Bagian Otonom dalam Jam’iyah Persis terdiri atas:
1.      Persatuan Islam Istri (Persistri)
2.      Pemuda Persis.
3.      Pemudi Persis.
4.      Himpunan Mahasiswa Persis
5.      Himpunan Mahasiswi Persis

Dewan yang ada terdiri atas:
1.      Dewan Hisbah, terdiri dari para ulama Persis yang bertugas melakukan kajian tentang persoalan Aqidah, Ibadah, Mu’amalah dan Akhlaq.
2.      Dewan Hisab dan Ru’yat, terdiri dari para ahli Hisab yang bertugas dibidang Hisab dan Ru’yat.
3.      Dewan Tafkir, terdiri dari para sarjana dan cendikiawan dan ulama yang bertugas memberikan masukan ke PP Persis tentang persoalan: Dakwah, pendidikan, social, ekonomi dan politik.

Lembaga yang ada terdiri atas:
1.      PT Karya Imtaq, yang melayani bimbingan Haji Plus dan Umrah.
2.      Lembaga Bantuan Hukum Persis, yang bertugans memberikan pelayanan dibidang advokasi hokum dan pencerahan menyangkut masalah hokum positif.
3.      Pusat Zakat Umat, yang bertugas dibidang pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah.
3.      Ketaatan Umat
Kuatnya ketaatan anggota Persis merupakan hasil dari:
1.      Pembinaan yang intensif
2.      Rekrutmen anggota yang selektif
3.      Penekanan pada aspek kualitatif
Ketaatan yang dituntut dalam jam’iyah yang bervisi al-Jama’ah tentu bukan ketaatan tanpa alasan, sebab ketaatan anggota anggota Persis baik kepada Nizham Jam’iyah maupun kepada Imam bukan taat karena nama Persis atau pimpinannya, tetapi taat karena jam’iyah ini konsisten memperjuangkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Imam atau pimpinan ditaati bukan semata karena dia sebagai imam, tapi karena putusan, perintah, serta larangannya itu didasarkan pada nash atau nilai-nilai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ketaatan terhadap suatu keputusan pimpinan tetap harus ditaati walaupun tidak sesuai dengan selera, sebagaimana diriwayatkan:
“Dari Ubadah bin Walid bin Ubadah dari bapaknya dari kakeknya: Nabi SAW menda’wahi kami. Maka kami berbai’at kepada beliau. Diantara (tuntutan) yang beliau ambil dari kami, kami berbai’at kepada beliau untuk selalu mendengar dan ta’at dalam keadaan suka atau benci, dalam kesusahan atau kelapangan (Al-Bukhari: 192, Muslim: 1470)
“Dari Auf bin Malik dari Rasulullah SAW berkata: Apabila kamu melihat dari pimpinan kamu perkara yang kamu tidak suka (mengerjakan maksiat) maka hendaklah kamu membenci pekerjaannya dan janganlah kamu melepaskan keta’atan kepadanya (Muslim: 1418)
            Ibnu Hajar al-Ashqalani mengungkapkan suatu kejadian pada zaman Utsman bin Affan saat beliau ada di Mina (Safar) sahabat Utsman mengimami shalat dengan empat raka’at, kemudian Abdullah bin Mas’ud istirja (mengucapkan kalimat Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un) sebagai ungkapan telah terjadi kekeliruan, sahabat Abu Bakar dan Umar di Mina melakukan jama’ qosor, Ibnu Mas’ud berkata: berbeda dengan imam itu suatu perbuatan bahaya, tapi Abdullah bin Mas’ud sholat empat raka’at mengikuti sahabat Utsman. Maka wajar apabila Ibnu Hajar mengungkapkan:
“Sesungguhnya ta’at kepada Amir itu wajib, dan barangsiapa yang meninggalkan kewajiban ia masuk neraka (Fathul Baary 13:110)
4.      Mengutamakan Syura
Syura[9] merupakan prinsip utama dalam jam’iyah dengan Persatuan Islam. Persis sebagai jam’iyah dengan visi, misi al-jamaah dalam gerak dan langkah jihadnya selalu mengutamakan syura, baik untuk menentukan atau memilih pemimpin mulai dari tingkat Pimpinan Jamaah sampai Pimpinan Pusat, ataupun dalam menyusun program jihad, termasuk dalam menentukan sikap terhadap suatu keadaan, baik yang menyangkut kepentingan jam’iyah khususnya maupun kepentingan umat islam pada umumnya.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Persatuan Islam terbentuk dengan dimulai oleh suatu kelompok penelaah (study club) di Bandung yang anggota-anggotanya dengan kecintaan menelaah, mengaji serta menguji ajaran-ajaran yang diterimanya, sedangkan pada saat itu keberadaan kaum muslimin di Indonesia tenggelam dalam taqlid, jumud, tarekat, khurafat, bid’ah, dan syirik, sebagaimana terdapat dalam dunia Islam lainnya yang diperkuat oleh cengkraman kuku penjajahan kaum Nashrani Belanda melalui penasehatnya, orientalis yang ulung dalam menggariskan politik keagamaan di tanah air.
Para anggota kelompok itu semakin lama mengaji dan menguji ajaran agamanya, semakin tahu hakikat Islam yang sesungguhnya, dan merekapun menjadi sadar akan keterbelakangan, kejumudan, pintu ijtihad tertutup bagi umat Islam, merasa cukup dengan taqlid buta. Akhinya makin sadar pula akan kewajiban untuk mengadakan tajdid dan pemurnian agama Islam yang dilaksanakan dalam masyarakat, kemudian mereka masing-masing mengajarkan apa yang telah diketahuinya di kampung halamannya, sehingga dengan demikian secara tidak resmi maupun secara resmi, maka telah berdiri dan terbentuk pula kelompok-kelompok penelaah, bukan hanya yang ada di Bandung, juga di berbagai tempat di Indonesia.
PERSIS Berdiri pada awal 1920-an, tepatnya hari Rabu, 1 Shafar 1342 H (12 September 1923 M)  di Bandung oleh sekelompok orang yang berminat dalam study dan aktifitas keagamaan yang dipimpin oleh Haji Zamzam, seorang Alumnus Dar-Ulum Mekkah dan haji Muhammad Yunus, seorang pedagang sukses yang sama-sama kelahiran Palembang. Nama Persatuan Islam itu diberikan untuk mengarahkan jihad dan ijtihad serta upaya segenap potensi, tenaga,  usaha dan pikiran guna mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak organisasi: persatuan pemikiran islam, persatuan rasa islam, persatuan usaha islam, dan persatuan suara islam. Bertitik tolak dari pemikiran, rasa, usaha dan suara islam itu, jam’iyyah atau organisasi itu dinamakan persatuan islam. Penamaan ini diilhani oleh firman Allah dalam QS Ali Imran ayat 103 : “Berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali (undang-undang atau aturan) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai” dan Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa “kekuasaan Allah itu ada pada Jama’ah.”
Sebagai organisasi perjuangan yang bertujuan menyusun dan membentuk masyarakat yang didalamnya berlaku ajaran dan hukum Islam, PERSIS mempunyai pandangan, analisis dan perjuangan yang sesuai dengan dasar keyakinannya, dengan;
Visi: Terwujudnya Al-Jama’ah sesuai tuntutan Al-Quran dan As-Sunah.
Misi:    1.         Mengembalikan umat kepada Alquran dan Sunah.
2.         Menghidupkan ruh al-jihad, ijtihad dan tajdid.
3.         Mewujudkan Mujahid, Mujtahid, dan Muwahid.
4.         Meningkatkan kesejahteraan umat.
Tujuan: Terlaksananya syariat Islam berlandaskan Al-Quran dan Sunah secarakâffah dalam segala aspek kehidupan

Program jihad jam’iyah Persatuan Islam
1.         Islahul Aqidah, dengan jalan membasmi khurafat, takhayul, dan syirik di kalangan umat Islam.
2.        Islahul Ibadah, dengan jalan membasmi bid’ah dan taqlid serta membimbing umat dengan tuntutan al-Qur’an dan as-Sunnah.
3.        Islahul Muamalah, dengan jalan membimbing umat dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, social, budaya atas dasar al-Qur’an dan as-Sunnah.
4.        Islahul Khuluqil Ummat, dengan jalan memperbaiki akhlaq masyarakat.



Kekuatan jam’iyah Persis dibangun oleh beberapa kekuatan pokok yaitu:
a.       Persis sebagai jam’iyah yang bervisi Al-jama’ah
b.      Kekuatan Imamah
c.       Ketaatan Umat
d.      Mengutamakan Syura/Musyawarah.



REFERANSI
Drs. K.H. Shiddiq Amien, MBA, Drs. K.H. Entang Mukhtar ZA, Prof. Dr. K.H. Maman Abdurrahman, M.A, Drs. H. Uyun Kamiludin,S.H.M.H, Drs. H. Dody S.Truna, M.A, Prof. Dr. H. Dadan Wildan, M.Hum, K.H. Didi Kuswandi, K.H. Aceng Zakaria, H. Toha Kahfi, Kosim Kusnadi, panduan hidup berjamaah dalam jam’iyyah Persis. Tafakur, Bandung, 2007.
http://persis.or.id




[1] I’adatu al-lslam itu adalah lajdid al-fahm, yakni memperbaharui kembali cara pandang dalam menjawab problematika yang berkembang dengan kembali kepada al-Quran dan al-Hadis. 
[2] Qaul, ucapan.
[3] Taklid, mengikuti tanpa ada pengetahuan.
[4] Jumud, kemandegan berpikir.
[5] Tarekat, (tariqat) secara harfiah berarti jalan, cara, atau metode.
[6] Khurafat, Semua cerita atau khayalan, ajaran-ajaran, pantang larang, adat istiadat, ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam.
[7] Bid’ah, perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh-contoh dari Rasulullah SAW.
[8] Tajdid, pembaruan.
[9] Syura, musyawarah/tukar pikiran antara orang-orang yang berkompeten dalam berbagai bidang kajian keilmuan.

3 komentar:

  1. TERIMAKASIH BANYAK.. JAZAKALLAHU KHAIR.. SEMOGA ALLAH MEMBERKATIMU....

    BalasHapus
  2. Maasya Allah.. haturnuhun. Sangat bermanfaat ilmunya.

    BalasHapus
  3. Jelaskan Doktrin Jam'iyyah persis!

    BalasHapus